Cerita dari Balik Tembok Penjara

Resensi ini dimuat di Koran Jakarta edisi Senin, 15 Januari 2018, dengan judul “Napi Koruptor dan Bandar Narkoba Selalu Jadi VIP”

 

 

Kerusuhan terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II Banda Aceh pada awal Januari ini. Kejadian tersebut menambah panjang daftar masalah yang harus diselesaikan Kemenhumkam RI. Sebelumnya, kerusuhan di lapas juga pernah terjadi di Bali, Bandung, Bengkulu, Jakarta, Jambi, Medan, dan Pekanbaru.

 

Lantas, kenapa lapas belum berhasil menjadi tempat mendidik dan membimbing narapidana (selanjutnya ditulis “napi”) agar siap kembali ke masyarakat? Tentu ada banyak sebabnya. Salah satu yang paling klasik dan belum selesai, seperti dibisiki Zeng Wei Jian melalui Surat-Surat dari Balik Jeruji,  adalah kelebihan kapasitas (over capacity).

 

Over populasi di beberapa sel menembus angka 600 persen. Sel jadi panas dan lembab. Tidur tak mungkin bisa nyaman. Gerah. Napi penghuni kamar cenderung jadi temperamental. Emosian. Sensi. Gampang Marah. (hal. 103)

 

Jumlah napi yang melebihi kapasitas membuat fasilitas penjara tak akan pernah punya predikat baik. Soal makanan dan air, misalnya. Menurut Ken-Ken, begitu penulis buku ini biasa dipanggil, cita rasa makanan penjara adalah tawar. Kualitas makanan diperparah dengan sering ditemukannya “alien object”, mulai dari cicak, kelabang, kecoa, serpihan plastik, kerikil, sampai gigi manusia.

 

Pasokan air juga tak selalu memadai. Bila persediaan air menipis, maka sel akan bau pesing. Toilet menjadi licin karena dilapisi lumut yang menghitam. Belum lagi sisa-sisa kotoran yang tak tersiram dengan baik. Kalau sudah begitu, para napi harus berbagi kamar dengan kecoa.

 

Kehidupan penjara berlangsung keras. Secara umum, tradisi bagi napi baru adalah digunduli, diisolasi di sel mapeling (masa pengenalan lingkungan), dan “dilunturin”. Istilah yang terakhir itu berarti dipukuli. Tradisi lainnya adalah “jalan bebek”, jalan jongkok dengan kedua tangan ditekuk di kepala. Tradisi jalan yang lebih keras adalah “jalan lumba-lumba”, yaitu berjalan dengan menggunakan perut dan tangan ditekuk di atas kepala.

 

Dengan kondisi serba tak enak, moto utama kehidupan penjara adalah “uruslah dirimu sendiri”. Apologetikanya, semua orang sudah memikul beban berat di pundak masing-masing. (hal. 37) Tindakan ceroboh bisa memicu bencana. Seorang napi bisa tiba-tiba ditikam tanpa alasan jelas (hal. 102). Karena itu, sikap, tutur kata, tata krama, bahkan sorot mata, harus dijaga. Clash fisik kerap pecah hanya karena benturan tatapan mata. (hal.130)

 

Tentu tidak semua penjara dan napi mengalami kehidupan mengerikan seperti itu. Ada napi kelas Very Important Person (VIP). Napi jenis terakhir ini biasanya masuk penjara karena tersangkut kasus korupsi dan narkoba. Mereka bisa tetap nyaman karena mampu membayar petugas.

 

Tulisan mantan napi yang pernah mendekam di empat penjara ini layak dibaca. Masyarakat awam seolah diajak mengintip kehidupan di balik jeruji melalui gaya penulisan yang mengalir dan menarik. Sekurang-kurangnya, pembaca bisa merenungi kalimat di halaman akhir buku ini, “Sebelum seseorang masuk penjara, aku kira ia mungkin akan sulit menyadari bahwa bumi ini indah, bahwa kehidupannya dan kehidupan manusia lain sangat berharga, bahwa kebebasan itu tak ternilai. So, use it before you loose it. Trust me, sesulit apapun masalahmu, sesengsara apapun duniamu, tak akan sepedih di dalam neraka yang dinamakan ‘penjara’. Maka, bersukur dan bersuka-citalah, selalu dan setiap saat.”

 

Dedi Setiawan

 

 

 

***

 

Data Buku

Judul                     : Surat-Surat dari Balik Jeruji

Penulis                 : Zeng Wei Jian

Tebal                    : XX + 187 halaman

Cetakan               : 2017

Penerbit               : PT. Elex Media Komputindo

Harga                   : Rp. 52.800

ISBN                     : 978-602-04-1371-6

 

 

4 Comments

  1. Begitu miris yaa yang ada di balik jeruji, jadi inget sahabatku jabatan tinggi tersandung narkoba, hiks pernah mengengok ke sana dan aku speechless. Banyak cerita suka dan duka, sampe ga kerasa pipi basah, namun intinya penjara tempat pembelajaran hidup .

  2. Miris yah. Mau di luar penjara atau di dalam penjara, uang tetap berkuasa. Pernah juga jenguk teman di penjara, memang sih katanya kayak pindah tempat tidur saja. Tapi tetap perlu uang di dalam penjara. Kalau sudah begini hukuman pancung atau tembak mati buat penjahat kelas kakap, sepertinya lebih tepat.

  3. Waah…buku baru ternyata.
    2017.

    Kadang kalau melihat penderitaan orang di balik jeruji ini – makin banyak hikmah yang harus kita syukuri.
    Namun, pasti ada hikmah pula bagi yang mengalaminya yaa..

    Jadi teringat cerita Angelina Sondakh, yang mampu menghapal Al-Qur’an semenjak di dalam jeruji.
    MashaAllah…

Leave a Reply to Dedi Setiawan Cancel reply

Back to Top
%d bloggers like this: