Saya sering takjub dengan niat baik yang dimiliki anak-anak. Mereka senang sekali membantu, mulai dari ngelap-ngelap sampai ngangkat-ngangkat. Sepertinya itu semua mereka lakukan dengan gembira. Walau, ehem, kalau berkaca pada pengalaman saya, bisa jadi mereka tidak gembira lagi melakukannya ketika beranjak remaja.
Seperti pagi ini. Sofia mengikuti saya ke teras. Tangannya ditaruh dibalik punggungnya. Dia menyembunyikan sesuatu.
Setelah saya amati, ternyata dia membawa kain lap. Oke, saya diamkan. Saya pikir, kain itu akan dimainkannya.
Saat saya mengelap motor, Sofia juga ikut mengelap.
“Aku mah ngelap yang ini aja,” katanya, sambil menggosok-gosokkan kain yang dibawanya ke spion.
Betul, kan? Anak-anak memang suka membantu. Tapi, kadang kita yang gagal paham dengan niat baik mereka.
Pernah juga saya melihat Sofia mendekati akuarium. Saya tidak benar-benar tahu apa yang dilakukannya. Saat itu saya sedang melakukan sesuatu yang lain.
Saya baru benar-benar memperhatikannya ketika dia berjalan ke arah saya. Saya lihat tangannya basah. Sejujurnya saya agak kaget.
“Kok basah? Kenapa?”
“Abis cuci tangan,” jawabnya, polos sekali. Tanpa raut wajah bersalah.
Untung suasana hati saya sedang baik. Saya punya stok kesabaran yang banyak pagi itu hehe. Saya juga memahami kejadian itu dengan baik.
Istri dan saya memang mengajarkan kebiasaan mencuci tangan kepada anak-anak. Kami mengajarkan untuk mencuci tangan ketika mau dan selesai makan, menjelang dan bangun tidur, setelah main, dan habis dari kamar mandi.
Anak pertama kami yang SD, tentu sudah mengerti. Tapi, Sofia yang baru empat tahun belum sepenuhnya mengerti. Dia masih seenaknya saja. Dan mungkin karena sekalian mau bermain, akhirnya dia cuci tangan di akuarium. Lucu juga hehe.
Saya senyum ke Sofia, saya bilang, “Oke, bagus. Kamu sudah cuci tangan. Tapi, akuarium bukan tempat cuci tangan. Kan airnya kotor.”
“Kenapa?” Mungkin dia heran, karena air akuarium terlihat bening.
“Ya, karena ada sisa-sisa makanan ikan. Terus, airnya sudah lama juga. Ikannya juga sempat ada yang mati.”
Setelah itu, saya bimbing Sofia supaya ke wastafel. Di situ dia mencuci tangannya.
Begitulah. Anak-anak selalu punya niat baik. Mereka ingin membantu kita. Mereka ingin menerapkan ajaran kita. Sedihnya, seringkali kita gagal memahaminya.
Tentu ini menjadi catatan bersama: jangan sampai kita menghancurkan niat baik mereka. Selama tidak berbahaya, biarkan mereka membantu kita. Kalau hasilnya tidak seperti harapan kita, jangan cepat kecewa. Sabar. Bimbing mereka untuk melakukannya sampai seperti yang kita inginkan.
Ini respons ideal ketika kita sedang sabar. Kalau sedang tidak sabar? Ya, cobalah untuk bersabar hehe.