Peterpan menusuk Kapten Hook. Begitulah ceritanya. Mestinya. Kalau Peter tidak sampai pada kesimpulan: ini bukan pertarungan yang adil. Sebab posisinya lebih tinggi daripada musuhnya. Jadi, dia mengulurkan tangan untuk membantu Hook naik ke tempat yang sama tinggi dengannya.
Saat itulah Hook menggigit tangan Peter.
Peter kaget. Bukan hanya karena sakit akibat gigitan, tapi juga karena tak menyangka akan dicurangi. Peter kecewa. Bukan karena kecolongan, melainkan karena niat baik untuk bersikap adil justru dibalas dengan ketidakadilan.
Di kehidupan nyata, bisa jadi Peter merupakan cerminan anak-anak dan orang-orang di sekitar kita. Mereka kaget, kecewa, dan tak menyangka ketika menjadi objek yang dibohongi, dicurangi, dan diperlakukan tak adil. Mungkin mereka tidak berkata, tapi hati mereka terluka.
Jika kemudian kita memperbaiki diri; bersikap baik, jujur, dan adil, tentu mereka akan mencintai kita lagi. Mereka akan berteman dan tertawa bersama kita lagi.
Tapi, apakah semua akan kembali seperti semula, seperti saat kita belum mencurangi mereka? Atau jangan-jangan kecurangan, kebohongan, dan ketidakadilan yang kita lakukan terlanjur menumbuhkan benih ketidakpercayaan di hati mereka?
Mungkin kita tak tahu jawabannya. Wajar, hati orang siapa yang tahu. Tapi, tentu kita bisa berkaca dan menilai wajah kita di hari-hari yang lalu. Adakah jejak Kapten Hook di situ?
Apapun jawabannya, setidaknya saat ini dan seterusnya, kita berusaha untuk tidak menjadi Kapten Hook dalam tampilan wajah yang lain –juga tidak dalam wajah aslinya.