“Untuk Angeline” merupakan film yang terinspirasi dari kisah Angeline yang membuat geger masyarakat Indonesia pada tahun 2015 silam. Film ini menceritakan kisah bocah delapan tahun itu sejak lahir hingga menemui ajalnya. Bagaimana kisahnya? Tonton saja sendiri 😉 Filmnya masih tayang di bioskop, saya tidak mau tulisan ini menjadi spoiler. Sebagai catatan, film ini lebih tepat ditonton oleh orang tua, bukan remaja apalagi anak-anak.
Di antara yang saya suka dari film ini adalah akting para pemainnya yang oke punya. Kinaryosih yang memerankan Samidah, Roweina Umboh yang memerankan Terry, dan Hans de Kraker yang memerankan John, semuanya keren! Anak-anak yang terlibat di film ini, seperti Naomi Ivo yang memerankan Angeline, juga punya akting yang bagus. Salut!
Dari Film “Untuk Angeline” juga kita bisa belajar untuk meningkatkan kepedulian. Ya, kepedulian inilah yang harus ditingkatkan di masyarakat kita.
.
Orang Tua Bagi Semua Anak
Ini memang tantangan bagi kita semua. Kita harus bersedia menjadi orang tua bagi semua anak – selain, tentu, menjadi orang tua bagi darah daging kita sendiri. Minimal, kita harus siap menyayangi, mendidik, melindungi anak-anak di sekitar kita. Ya, kita berusaha menyayangi anak-anak teman kita seperti kita menyayangi anak-anak kita. Kita harus peduli anak-anak tetangga kita seperti kita peduli dengan anak-anak kita.
Mungkin konsep itu terlalu ideal. Atau mungkin juga kita memang tidak punya kapasitas untuk mencintai semua anak. Bukan tak mau, tapi tak sanggup.
Namun, sungguhpun demikian, bukan berarti kita malah menjadi penyumbang nasib buruk bagi anak-anak. Ketika kita belum bisa membahagiakan anak-anak, seminimal-minimalnya kita tidak membuat mereka menderita. Ketika kita tidak bisa mengobati, setidaknya kita tidak menyakiti mereka.
.
Andai Kita Tiada
Bisa jadi ini salah satu cara paling efektif untuk menghadirkan kesadaran diri supaya kita memperlakukan anak secara baik. Bertanyalah kita kepada diri masing-masing: andai saya meninggal saat ini, ayah seperti apa yang akan mendidik anak-anak saya? Sudikah saya mendapati anak-anak saya diurus oleh orang lain yang punya karakter seperti saya? Relakah saya jika anak-anak saya diperlakukan oleh orang lain yang perilakunya sama persis seperti saya memperlakukan anak-anak saya saat ini?
Jika jawabannya “iya”, maka kita bisa terus memperbaiki cara kita memperlakukan anak-anak kita. Namun, jika jawabannya “tidak”, maka kita harus segera berbenah. Jangan menjadi orang tua yang bahkan kita sendiri tidak mau anak-anak kita diurus oleh orang tua macam itu. Jadilah orang tua sebagaimana kita menginginkan anak kita diperlakukan oleh orang lain ketika kita telah tiada.