Kalau telah memutuskan untuk menulis, maka menulislah. Tak usah pakai seribu “tapi” setelah bilang, “Saya mau menulis.” Karena “tapi” membuat kalimat di depannya jadi tak berarti.
“Saya mau menulis, tapi masih sibuk”, “Saya mau menulis, tapi ga punya bahan”, “Saya mau menulis, tapi ga punya waktu”, dan masih ada seribu satu macam kalimat ber-“tapi”lainnya. Kalau sudah begitu, ucapkan bye-bye pada kegiatan menulis. Kenapa? Karena sama saja kamu bilang, “Saya mau berenang, tapi ga ada air.”
Gak punya waktu? Ya sudah, kamu ga punya harapan hehe. Bukannya menakut-nakuti, tapi nyatanya memang begitu, menulis itu perlu waktu. Kalau sudah merasa sibuk minta ampun dan tak punya waktu, bisa jadi memang benar-benar tidak akan ada karya berupa tulisan.
Saya pikir, menulis itu seperti cita-cita. Semakin jelas cita-cita, semakin jelas juga usaha untuk mencapainya. Dan semakin jelas kita mendefinisikan cita-cita, biasanya semakin besar kemungkinan berhasilnya. Karena dengan begitu, semakin jelas kerja keras seperti apa dan waktu sebanyak apa yang mesti kita luangkan untuk meraih cita-cita.
Jadi, ketika menemui hambatan saat mau menulis, biasanya karena ketidakjelasan “apa yang mau ditulis”. Nah, perjelas dulu bagian itu. Kalau merasa kurang bahan ketika menulis misalnya, itu bisa dicari. Yang penting, tetap mengalokasikan waktu untuk mencari solusinya. Dan banyak lagi persoalan yang bisa diselesaikan, jika saja kita mau.
Bagaimana? Masih mau banyak alasan ketika menulis? Saya tidak 🙂
Pingback: Bekal untuk Penulis | Dedi Setiawan
Pingback: Menjahit Karya, Mengobati Luka | Dedi Setiawan