Acara Netizen Gathering MPR RI dibuka secara santai dan sederhana, tapi menggebrak. Tentu bukan menggebrak ala Tukul Arwana yang menyapa penonton acara Bukan Empat Mata sambil berteriak, “Eaaa! Eeaaaa! Eeeaaaaa!” Bukan, bukan begitu. Pembukaan acara ini menggebrak dari sisi konten. Informasi (baru?) yang disampaikan mendobrak pengetahuan yang selama ini sudah ajeg.
Sejak jaman SD sampai sebelum pembukaan acara ini, saya berpikir bahwa MPR RI adalah lembaga tertinggi negara. T-E-R-T-I-N-G-G-I. Sampai saat ini, adakah yang berpikir seperti itu?
Eng-i-eeeng, ternyata pengetahuan itu sudah kuno. So yesterday, begitu. Kepala Biro Humas MPR Ma’ruf Cahyono, SH., MH., berkali-kali –dan hati-hati—memahamkan bahwa saat ini posisi MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara. MPR yang sekarang merupakan MPR yang setara dengan lembaga negara yang lain. Konsep hubungan dengan lembaga lain berbentuk horizontal fungsional. Maksudnya, secara hirarki sejajar, tapi berbeda dari segi tugas dan wewenang yang diamanatkan oleh undang-undang.
Pengetahuan lain yang saya dapat dari acara ini adalah tentang perubahan UUD tahun 1945. Kalau ditanya, UUD tahun 1945 sudah berubah berapa kali, sih? Sekali, dua kali, tiga kali, atau empat kali?
Mungkin kebanyakan kita akan menjawab, “Empat kali.” Saya sering mendengar bahwa UUD tahun 1945 telah mengalami 4 kali amendemen. Betulkah begitu?
Ternyata, menurut Pak Ma’ruf, jawabannya adalah satu kali. Ya, UUD tahun 1945 sudah berubah satu kali. Namun, perubahan itu tidak sekali jadi, melainkan dalam rangkaian proses sebanyak empat tahap. Catat: perubahannya satu kali, tapi terjadi dalam empat tahap.
Oalaaah, ternyata selama ini saya salah tooh! 😀
Baca juga:
https://dedisetiawan.com/netizen-gathering-mpr-ri-tanda-seksinya-kaum-blogger/
https://dedisetiawan.com/mengunjungi-keraton-surakarta-hadiningrat-dan-ber-asik-asik-jos/
https://dedisetiawan.com/netizen-gathering-mpr-ri-diskusi-usulan-dan-apresiasi/
Pingback: Mengokohkan Kebersamaan dalam Keberagaman | Dedi Setiawan