Katanya Ramadan dirindu. Diimpikan setengah mati. Sangat berharap berjumpa.
Tapi, apa iya? Kok, saya jadi teringat lagu “Purnama Merindu” yang dibawakan Siti Nurhaliza ketika menyadari Ramadan sudah di tengah-tengah – malah hampir akhir! Begini penggalannya:
Bermaknakah tiap baris kata-kata / ataukah hanya di bibir saja?
Bersungguhkah rindu yang engkau pamerkan / ataukah sekadar lakonan?
Saya tidak mau berbicara tentang orang lain. Saya hanya mau mengingatkan diri sendiri. Kalau dulu bilangnya rindu, kok sekarang setelah bertemu malah lebih banyak tidur? Dulu katanya ada target, kok sekarang mulai terseok-seok dan berpotensi terjerumus ke jurang malas?
Bener nih kata rindu yang dulu itu? Atau sekadar pura-pura? Atau sekadar ikut tren, gitu?
Kalau dulu benar-benar rindu, sekarang diperjuangkan, dong! Masak sudah bertemu, tapi malah datar-datar saja. Kalau mulai redup, ya, gelorakan lagi semangatnya. Kalau mulai “dingin”, ya, hadir-hadirkan lagi gejolaknya.
Masih ada waktu, kok. Kita ulangi, ya: masih ada waktu untuk menjalani ibadah secara lebih baik. Masih ada waktu, meski mungkin tak banyak lagi. Tapi, sebagai orang yang memendam rindu, sesempit apapun waktu yang tersisa, pasti kita gunakan sebaik-baiknya untuk bercengkerama. Betul?